Translate

Wednesday, 20 April 2016

Testimoni Penggagas



Berikut adalah pengalaman kami selama pencarian jenis penyakit yang saya derita sampai dengan vonis mengidap kanker serviks tersebut, semoga dapat bermanfaat sebagai salah satu acuan dalam mendeteksi lebih dini penyakit kanker serviks tersebut.

-----------------0-----------------

Perjalanan kami dalam pencarian kepastian tentang penyakit tersebut, sebelum divonis kanker sudah terbilang panjang yaitu sekitar awal 2007 (tiga tahun sebelum kelahiran anak ketiga kami) yang diawali keluarnya sedikit darah pada saat (maaf) berhubungan, yang kemudian kami periksakan ke Dokter dan diberikan obat dan setelah itu disarankan untuk melakukan PAP SMEAR rutin. Setelah kelahiran anak ketiga kami darah tersebut kembali keluar namun durasinya tidaklah sering.

Namun karena darah tersebut tetap keluar (tidak ada kesembuhan) maka kami memutuskan untuk melakukan pemeriksaan intens ke Dokter A di Denpasar dibulan Februari 2012. Berdasarkan diagnosa Dokter tersebut dinyatakan terdapat luka lecet pada vagina dan diberikan obat untuk penyembuhannya. Sejak saat itu darah tersebut dapat terhenti.

Sekitar tahun 2013 darah tersebut kembali keluar dan kami kembali mendatangi Dokter A yang kemudian dirujuk untuk melalukan PAPSMEAR disalah satu Laboratorium di Denpasar yang hasilnya menyatakan bahwa tidak tampak adanya tanda tanda infeksi namun darah tersebut tetap keluar disaat berhubungan.

Oleh karena tidak adanya kejelasan yang pasti tentang penyebab keluarnya darah tersebut , maka kami menanyakan hal tsb kepada adik sepupu istri yang juga dokter SPOG disalah satu Rumah Sakit swasta nasional yang kebetulan baru dipindahkan ke Kuta yang dilanjutkan dengan pemeriksaan menyeluruh yang kemudian divonis menderita POLIP SERVIKS dan atas saran adik kami tersebut, berdasarkan pengalaman dan senioritas, hasil tersebut kami bawa kembali kepada Dokter A yang ditindaklanjuti oleh Dokter A dengan tindakan CUTTER. Namun setelah 6 (enam) bulan kemudian darah tersebut kembali keluar sama seperti saat saat sebelumnya. Dan kami kembali mendatangi adik kami untuk dapat berkonsultasi dan disarankan untuk ke Jakarta menemui ayahnya yang juga dokter SPOG di salah satu Rumah Sakit swasta disana pada bulan Januari 2014 yang kemudian ditindaklanjuti dengan General Check Up untuk menghindari hal hal yang tidak diinginkan maka dilakukan pemeriksaan PA (Patologi Anatomy) pada salah satu Rumah Sakit besar di Jakarta.

Sembari menunggu hasil PA tersebut kami kembali ke Denpasar dan menanyakan ke beberapa dokter di seputaran Denpasar tentang kejadian yang kami alami dan mendapatkan beberapa kemungkinan tapi akan lebih pasti apabila hasil lab PA tersebut sudah keluar.

Setelah hasil PA tersebut keluar kami lantas menemui salah satu Dokter yang memang mengetahui seluk beluk kanker yang juga dikenal sebagai salah satu Konsultan Kanker Serviks di Denpasar yang kita sebut saja namanya dengan Dokter B. Hasil PA tersebut menyebutkan bahwa saya terdiagnosa CIN 3 (Pra kanker) dan diputuskan untuk ditindaklanjuti dengan tindakan KONDENSASI (Pemotongan leher rahim) Februari 2014 oleh Dokter B tersebut .

Setelah pemulihan dari tindakan Kondensasi tersebut maka kembali dilakukan PA untuk mengetahui hasil dari tindakan tersebut. PA tersebut menyebutkan bahwa dari CIN 3 sudah ada perbaikan kondisi menjadi CIN 1 (adapun urutannya dari pra kanker ke kanker menurut pemahaman kami berdasarkan informasi Dokter B adalah CIN1, CIN2, CIN 3, Kanker stadium 0, Kanker stadium 1, stadium 2 dan seterusnya).

Sulit digambarkan betapa senang perasaan kami pada saat itu.

Sekitar bulan November 2014, darah tersebut kembali keluar sehingga menimbulkan kekecewaan mendalam dan keputusasaan, lalu kami kembali mendatangi Dokter B dan diputuskan untuk dilakukan tindakan CRAYO (pembekuan bekas potongan kondensasi sebelumnya). Namun hal tersebut juga tidak membawa hasil.

Setelah berunding dengan orang tua maka akhirnya pada awal Januari 2015 kami putuskan untuk meminta kepada Dokter B supaya rahim saya diangkat. Keesokan harinya kami kembali memeriksakannya ke Dokter B dan mendesak Dokter tersebut untuk melaksanakan proses angkat rahim dimana menurut persepsi Dokter B  berdasarkan hasil lab terakhir yaitu CIN 1 tidak perlu dilakukan pengangkatan rahim dengan analogi “ jika ban sebuah mobil pecah maka tidak lah perlu mengganti mobilnya, cukup hanya bannya saja yang diperbaiki”, kalau tidak salah seperti itu.

Namun karena keputusan kami sudah bulat untuk mengangkat rahim maka akhirnya beliau menyetujui pengangkatan rahim tersebut yang dilaksanakan pada sebuah Rumah Sakit Besar Pemerintah di Denpasar pada tanggal 25 Januari 2015 yang setelah rahim tersebut diangkat tersebut langsung dibawa ke laboratorium untuk segera di PA.

Berdasarkan hasil pemeriksaan PA di laboratorium maka sudah dapat dipastikan bahwa saya menderita kanker stadium 1 B (Kanker servik 1 B). 

Tentu saja hasil tersebut mengguncang kami khususnya saya, karena dalam persepsi kami yang awam tentang kanker, vonis menderita kanker adalah merupakan vonis mati, itulah sebabnya setelah kami sampai dirumah, pada saat itu juga kami mengundang keempat orangtua kami untuk menginformasikan dan membahas tindak lanjut dari vonis tersebut . 

Pada saat itu yang bisa kami lakukan hanyalah berpasrah kepada Tuhan dan menyerahkan semua pada penanganan medis yang dibarengi dengan mencari info tentang keberadaan sebuah wadah sebagai tempat kami, khususnya saya untuk dapat berbagi dan lebih memahami tentang penyakit kanker khususnya tentang penanganan dan dampak yang dapat ditimbulkan dari pengobatan kanker tersebut namun karena keterbatasan diri dan informasi yang ada, kami tidak tahu mesti mulai dari mana. Akhirnya kami putuskan untuk mencari info tentang keberadaan penderita-penderita kanker yang berhasil sembuh untuk dapat meminta dorongan dan motivasi serta dapat kami ajak berbagi khususnya mengenai kendala dan penanganan kanker untuk kesembuhan saya dengan harapan dapat mensugesti diri sendiri bahwa menderita kanker bukanlah merupakan sebuah vonis mati .

Dalam interaksi dengan para penderita kanker lainnya kami banyak mendapat masukan dan saran terutama motivasi dari para penderita sehingga menambah semangat kami , khususnya saya karena selain kami ternyata masih banyak yang lebih memprihatinkan dan bahkan jauh lebih parah dari kondisi saya, dari sanalah kami tergerak untuk dapat lebih berguna bagi orang lain dan jikalaupun pada akhirnya dipanggil, minimal saya sudah berusaha memanfaatkan waktu semaksimal mungkin untuk seberguna bergunanya bagi orang lain.


Dari sekian banyak rekan ada sebuah kisah mengharukan yang dialami oleh salah satu penderita yang namanya tidak kami sebutkan, beliau adalah ibu dari 2 orang anak dan berumur sekitar 40 tahun, salah seorang penduduk miskin di kabupaten terbarat pulau Bali yang divonis menderita kanker panyudara stadium 3B, dimana ketika vonis tersebut diterima, tanpa alasan yang jelas beliau dikembalikan suaminya kerumah orangtuanya sehingga penanganan kankernya beliau lakukan dengan bantuan orangtuanya yang juga miskin dengan mengandalkan salah satu asuransi kesehatan yang ada . 

Hingga pada akhirnya harus dilakukan proses radiasi dimana proses tersebut dilakukan setiap hari sekali sebanyak 25 kali sehingga mengharuskan beliau dan ibunya harus menetap di Denpasar sekitar kurang lebih sebulan.

Namun satu hal yang menggugah perasaan kami adalah ketika mereka berdua berusaha untuk mencari pemasukan (karena ekonomi mereka dibawah rata rata) untuk biaya hidup dan menetap di Denpasar (kos) dengan cara berjualan pisang goreng. Sungguh miris melihat seseorang yang sedang sakit tapi harus tetap berjualan demi kelangsungan hidup mereka.

Pada saat tulisan ini dibuat beliau sudah dipanggil Tuhan YME. 
Semoga beliau mendapatkan tempat yang sesuai dengan amal dan baktinya. 

Selain Ibu tersebut , masih banyak penderita yang mengalami hal serupa dan menjadikan diri mereka sebagai Pejuang - pejuang kanker yang dengan segala keterbatasan yang ada mereka tetap berjuang demi kesehatan mereka, demi anak - anak mereka dan demi keluarganya .

Berdasarkan hal tersebut maka kami berkomitmen, jika saya dapat diberikan kesempatan kedua oleh Tuhan dengan sebuah kesembuhan, maka kami (saya dan suami) bersepakat akan membentuk sebuah peguyuban penderita kanker yang bisa menyebarluaskan informasi khususnya tentang cara deteksi dini kanker serta dapat mengayomi, mengawasi dan membimbing penderita kanker maupun keluarga penderita sehingga ada wadah untuk dapat berkeluh kesah, bercengkrama, serta mengabdi kepada masyarakat dengan harapan dapat saling memotivasi untuk kesembuhannya dan juga dapat menjaga kepercayaan dirinya dikeluarga, dilingkungan dan dimasyarakat.

Setelah mendapatkan vonis mengidap kanker servik 1B , lalu saya dirujuk untuk melaksanakan proses kemotherapy sebanyak 6 (enam) kali / seri (Februari – Juli 2015) dan dilanjutkan dengan proses Radiasi (Agustus – September 2015) sebanyak 25 kali di RSUP Sanglah Denpasar.

Setelah menjalani semua tahapan tersebut maka tiba waktunya untuk pengecekan PA secara bertahap, yang dimulai dengan dilaksanakan setiap bulan hingga akhirnya 3 bulan adapun semua hasilnya menyatakan sudah tidak tampak tanda tanda keganasan / tidak ada sel yang aktif. Proses PA akan dijalani kembali setelah 6 bulan terhitung dari pemeriksaan terakhir, semoga kanker tersebut sudah tidak ada lagi .

Selain pemeriksaan PA kami juga dirujuk untuk melakukan SCC per 6 bulan dan hasilnya normal

Oleh karena hasil Laboratorium sudah mengatakan tidak tampak adanya tanda tanda keganasan maka akhirnya peguyuban tersebut kami tuangkan dalam bentuk sebuah Yayasan yang kami beri nama Yayasan Lingkaran Sosial Insan Harapan atau disingkat dengan Yayasan kaSIH dengan harapan melalui wadah Yayasan ini dapat membantu penderita senasib untuk harapan sebuah kesembuhan demi kelangsungan kehidupan nanti. 

                               

April 2016
Di Denpasar

NB : Kami mohon maaf apabila ada kesalahan penulisan istilah kedokteran diatas





No comments:

Post a Comment